Jumat, 23 Mei 2014

Hukum Kenduri/Tahlilan, 3,7,100 dan 1000 Hari Menurut Islam

Tradisi 7,40,100 dan 1000 hari
Kenduri arwah/Tahlilan biasanya dilakukan umat islam pada hari ke 7 (bahkan ada yg bersedia melakukannya selama 7 hari berturut-turut,ke 40, ke 100, setahun, dua tahun dan hari ke 1000 dari kematian seseorang. setelah itu ada juga yg kemudian melakukannya setiap tahun. sebagian kalangan ada yg mengatakan bahwa trasisi semacam itu berasal dari agama Hindu, mereka juga mengatakan bahwa menjamu dan bersedekah selama 7 hari berturut-turut ketika ada yg meninggal dunia sebagai sebuah sinkritisme dari agama Hindu dan Budha, Benarkah demikian ?
Tentu saja tuduhan yg demikian itu tidak benar,sebab, membaca surah Yasin,berdzikir,dan mendoakan orang yg telah meninggal dunia serta yg bersedekah yg pahalanya diniatkan untuk si mayyit kapanpun boleh dilakukan. kalau anda mau melakukannya pada hati ke-5, ke-7, ke-20, ke-50, ke-1000, tiap tahun atau bahkan setiap hari sekalipun diperbolehkan. Untuk melaksanakan amal shalih semacam itu kita diberi kebebasan untuk memilih waktu sesuai dengan keinginan kita, karena ia hanyalah sebuah ibadah yg besifat umum yg tidak terikat waktu pelaksanaannya.
Mungkin anda bertanya, apakah ada dalil dalam agama ini yg membolehkan seseorang memilih waktu-waktu tertentu untuk melakukan amal shalih tertentu, dan itu sdilakukan secara berketerusan? Jawabnya,ada. simaklah penjelasan berikut:
"Dari Ibnu Umar ra berkata, Nabi Saw selalu mendatangi masjid Quba setiap hari sabtu,baik dengan berjalan kaki maupun berkendaraan sedangkan Abdullah bin Umar ra pun melakukannya."
(HR Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Dalam menjelaskan hadits ini al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:
"Hadits ini dengan sekian jalur yg berbeda menunjukan diperbolehkannya menentukan sebagian hari-hari tertentu untuk melakukan sebuah amal shalih dan dilakukan secara terus menerus." (Fath al-Bari, 3/69).
Pernyataan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani ini menjelaskan kepada kita bahwa kita diizinkan untuk memilih waktu-waktu tertentu untuk melakukan amal shalih tertentu dan dilakukan secara terus menerus. Dengan kata lain, anda boleh menentukan, misalnya membaca surat Yasin setiap malam jum'at, membaca surat ar-Rahman setiap malam senin, bersedekah setiap pagi di hari jum'at, dan seterusnya. andapun boleh mengucapkan doa-doa tertentu pada hari-hari tertentu. termasuk didalamnya anda boleh membaca surat Yasin dan dzikir tahlil serta doa pada hari ke-7, ke-40 dan seterusnya dari kematian seseorang, penentuan waktu-waktu yg demikian sesungguhnya itu telah tercakup dalam keumuman makna yg terkandung dalam hadits di atas.
Jika ada kalangan yg mengatakn bahwa penentuan hari-hari yg ada dalam tradisi 7,40,100 dan seterusnya itu berasal dari agama Hindu jelas salah, karena dengan hadits di atas kita diperbolehkan menentukan waktu-waktu tertentu guna mengamalkan amal shalih tertentu dan dilakukan secara terus-menerus, seperti yg dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di atas.
Demikian pula dengan waktu pelaksanaan tradisi kenduri arwah/Tahlilan. Umat Islam khusunya di tanah Jawa, biasanya melakukan pada hari ke-7, ke-40, ke-100, setahun,duatahun, dan ke-1000 dari kematian seseorang. bersasarkan hadits diatas dan penjelasan yg disampaikan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, maka hal itu diperbolehkan. Yang disebut boleh (mubah) adalah sesuatu yg jika dikerjakan tidak mendapakan pahala dan tidak pula berdosa. demikian pula jika ditinggalkan, tidak berpahala dan tidak berdosa. Artinya, mentukan hari-hari tertentu tidaklah berpahala. Yang mengandung pahala adalah amaliah yg dikerjakan didalamnya. Jadi menentukan waktu tertentu tidaklah memberikan manfaat apappun bagi si mayit dan tidak pula memberikan pahal bagi yg melakukannya, namun amaliah didalamnya berupa pembacaan surat Yasin, berbagai macam dzikir dan Tahlilan, itulah yg akan memberi manfaat bagi si mayit jika pahalanya diniatkan untuknya.
Hal ini sama juga terjadi pada penentuan waktu-waktu tertentu untuk mengadakan pengajian/Majelis Ta'lim. Misalnya, ada yg menetapkan pengajian dilakukan setiap minggu pagi. penentuan semacam itu diperbolehkan berdasarkan hadits di atas, memilih waktu pengajian setiap minggu pagi tidaklah memberikan pahala apapun bagi pelakunya, Yang menghasilkan pahala adalah amaliah yg dilakukan didalamnya, yakni majelis ta'lim/pengajian yg dilaksankan pada waktu minggu pagi tersebut.
Ilustrasi singkat dan gamblang yg bisa diberikan sebagai berikut:

Anda bersama sekelompok umat Islam lainnya di satu kampung bersepakat untuk melaksanakan pengajian setiap malam Jum'at, mulai pukul 20:00 sampai pukul 22:00. Adakah dalil yg menyebutkan bahwa Nabi SAW memrintahkan pengajian diadakan pada waktu yg anda tetapkan itu ?? Tentu saja anda menjawab tidak ada. Anda dan jama'ah anada tidak mendapatkan pahala apapun jika hanya menentukan waktu pelaksanaan saja, namun tidak mengamalkannya. Maka pahala hanya akan ada dapatkan bersama para jama'ah karena majelis ta'lim/pengajian yg anda lakukan pada waktu tersebut.

Nah seperti itulah yg terjadi pada penentuan waktu tradisi kenduri arwah/tahlilan yg dilaksanakan pada hari-hari tertentu dari kematian seseorang. Jika Anda mengatakan hal itu haram dan bid'ah, maka Anda harus mampu menunjukan dalil yg mengharamkannya. Apabila Anda tidak mampu menunjukannya sesungguhnya Anda telah berbohong dan berfatwa sesuai dengan tuntunan hawa nafsu belaka.
Sedangkan yg berkaitan dengan sedekah selam 7 hari berturut turut dari waktu kematian seseorang, ketahuilah bahwa hal itu memiliki landasan dari amalan yg dilakukan oleh para salaf yf shalih. Bahkan Imam Ahmad Bin Hanbal dalam kitab az-Zuhd bahwa bersedekah selama 7 hari adalah perbuatan sunnah, karena salah satu bentuk doa kepada mayit yg sedang di uji di dalam kubur selama 7 hari sebagaiman yg telah di kutip oleh Imam as-Syuthi dalam kitabnya al-Hawi li al-Fatawi berikut ini :

"Berkata Imam Ahmad bin Hanbal, meriwayatkan kepada kami Hasyim bin al-Qasim, ia berkata,"Meriwayatkan kepada kamial-Asyja'i dari Sufyan, yang berkata,"Imam Thawus berkata,"orang yang meninggal di uji selama tujuh hari di dalam kubur mereka, maka kemudian (kalangan Salaf) mensunnahkan bersedekah makanan (yang pahalanya) untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu." (al-Hawi li al-Fatawi, Juz 2, halaman 178).

Selain di kutip oleh Imam as-Suyuthi,hadits diatas juga disebutkan oleh al-Hafizh Abu Nu'aim dalam Hilyah al-Auliyah (Juz 4,halaman 11), al-Hafizh Ibnu Rajab dalam ahwal al-Qubur (32) dan al-Hafizh Ibnu Rajab dalam al-Mathalib al-'Aliyah (Juz 5,halaman 330).

Menurut Imam as-Syuthi, hadits di atas diriwayatkan secara mursal dari Imam Thawus dengan sanad yg Shahih. Hadits tsb diperkuat dengan Hadits Imam Mujahid yg diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam ahwal al-Qubur dan Hadits Ubaidir bin Umair yang diriwayatkan oleh Imam Waki' dalam al-Mushannaf, sehingga Hadits Imam Thawus ini dihukumi marfu' yang Shahih
Imam as-Syuthi juga mengatakan bahwa Imam Thawus yg wafat pada tahun 110 H dikenal sebagai seorang generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi'in yg sempat menjumpai lima puluh sahabat Nabi SAW. guru-guru Imam Thawus adalah sahabat Nabi SAW. ketika beliau mengatakan bahwa orang meninggal dunia di uji di dalam kuburnya selama tujuh hari, maka tetu hal itu bukan ijtihadnya sendiri, karena persoalan alam Barzakh adalah persoalan yg Ghaib yg tidak bisa di Ijtihadi. Pengetahuan itu mestilah beliau dapatkan dari para gurunya yg dari kalangan sahabat,dan para sahabat pun tidak akan mengetahui hal itu kecuali dari guru mereka,yakni Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa' sallam.

Walillahittaufiq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar